Wayang ini mengambil lakon dari cerita Malat (siklus Panji). Bentuk wayangnya merupakan transisi antara bentuk wayang Bali dengan bentuk wayang kulit Jawa (wayang Madya). Fungsinya sebagai pelengkap upacara dewa yajnya dan manusa yajnya. Iringan seperti dramatari Gambuh yaitu : suling besar 3 atau 4 buah, 2 buah kendang kecil, masing-masing 1 buah kajar, klenang, klenong, kemanak, kangsi, gentorag, dan 1 buah kempul.
Kapan jenis wayang ini lahir dan berkembang di Bali, sulit diketahui karena sumber-sumber tertulis yang menyinggung hal itu hampIr tidak diketemukan. Kalau ada anggapan bahwa wayang gambuh bersamaan lahir dengan dramatari gambuh, maka dapat dikirakan wayang gambuh lahir sekitar abad XV (Bandem dkk, 1974:7).
Sedang menurut I Ketut Rinda, dalam penjelasannya mengatakan bahwa Wayang Kulit Gambuh yang ada di Bali berasal dari Blambangan (Jawa Timur). Pada jaman dahulu raja Mengwi berhasil menaklukkan raja Blambangan yang bernama Mas Sepuh dan Mas Sedah (dalem Tawang Ulun). Setelah ditaklukkan oleh raja Mengwi tahun 1634, wayang beserta dalangnya diboyong ke Bali, dan raja Mengwi kemudian bergelar I Gusti Agung Blambangan. Saat itu daerah Blahbatuh yang diperintah oleh I Gusti Ngurah Jelantik masih termasuk daerah kekuasaan raja Mengwi, sehingga raja Mengwi tidak keberatan memenuhi permohonan Ngurah Jelantik agar wayang beserta dalangnya yang bernama Arya Tega dikirim ke Blahbutuh bersama Mpu kekeran (pedanda Sakti Kekeran).
Demikian dapat dikatakan bahwa Wayang Kulit Gambuh lahir dan berkembang di Blahbutuh dengan Arya Tega sebagai dalang yang pertama. Kini wayang Gambuh yang bersejarah masih sangat dikeramatkan di puri Blahbutuh. Selanjutnyawayang gambuh ini menyebar ke Sukawati dank e daerah Badung. Cokorde Gede Agung Sukawati dari Puri kaleran Sukawati meniru bentuk wayang Gambuh Blahbutuh itu yang kemudian wayang ini disimpan di Pura Penataran Agung Sukawati.
Seorang dalang I Ambul dari Sukawati mendapat pelajaran langsung dari I Gusti Tega (Arya Tega) yang asalnya dari Blambangan itu. Setelah dalang pertama Arya Tega meninggal, ia digantikan oleh putranya I Gusti kabor tahun 1905. Sebagai pengganti ayahnya, ia cukup terkenal mendalang wayang gambuh pada masa itu. Pada tahun 1908, kedudukan I kabor digantikan oleh putranya bernama I Gusti Nyoman Pering Tega menggantikan kedudukannya sebagai dalang wayang gambuh, karena I Gusti Putu Samprug meninggal dalam umur yang tidak begitu lanjut. Demikianlah sejak kira-kira tahun 1915 tidak ada lagi dalang wayang gambuh di Blahbutuh.
Sekitar tahun 1943, pada masa kedudukan bala tentara Jepang, I Ketut Rinda, berusaha menghidupkan kembali Wayang Kulit Gambuh, namun tidak banyak membawa hasil. Tampaknya kaderisasi dalang Wayang Kulit Gambuh perlu ditumbuhkan lagi, maka I Ketut Rinda membina seniman dalang I Made Sidja dan I Wayan Narta untuk mengikuti jejaknya menjadi dalang wayang Gambuh, Sejauh ini hanya dalang I Wayan Narta yang sesekali mementaskannya, dan itupun sangat jarang sekali.
0 comments:
Post a Comment